
Rafael Leao usai laga final Coppa Italia 2024/2025 antara AC Milan vs Bologna di Stadion Olimpico, Kamis (15/5/2025) dini hari WIB. (c) AP Photo/Gregorio Borgia
Bola.net – AC Milan memasuki musim 2024/2025 dengan semangat baru setelah kegagalan meraih trofi musim sebelumnya. Di bawah arahan pelatih anyar Paulo Fonseca, Rossoneri berharap bisa memperbaiki pencapaian. Namun, eksperimen itu tak bertahan lama.
Fonseca hanya bertugas hingga 29 Desember 2024 sebelum digantikan kompatriotnya, Sergio Conceicao. Pergantian ini memberi efek instan, terutama dalam beberapa laga besar. Milan berhasil meraih trofi Supercoppa Italiana dan mendominasi Derby della Madonnina.
Sayangnya, satu trofi saja tak cukup untuk menutupi kegagalan besar lainnya. Finis di peringkat delapan Serie A, gagal di Liga Champions, gagal juara Coppa Italia, dan tak mendapatkan tiket ke kompetisi Eropa membuat musim Milan tetap suram.
Performa di Kompetisi Domestik
Kedatangan Conceicao langsung berdampak positif bagi Milan di ajang Supercoppa Italiana. Kemenangan atas Juventus di semifinal dan keberhasilan menumbangkan Inter di final memberi euforia singkat bagi tifosi. Gelar itu terasa spesial karena dicapai dengan menundukkan dua rival terbesar.
Di Coppa Italia, Milan kembali tampil meyakinkan dengan menyingkirkan AS Roma dan Inter. Namun, saat menghadapi Bologna di final, Milan justru tumpul. Kekalahan 0-1 di laga puncak mengubur harapan lolos ke Eropa lewat jalur ini.
Padahal, Coppa Italia adalah jalur paling realistis karena performa di Serie A sangat inkonsisten. Milan menutup liga di posisi delapan, terlalu jauh dari zona Eropa. Kegagalan ini menjadi titik krusial dalam evaluasi musim mereka.
Performa di Kompetisi Eropa
Format baru Liga Champions tak memberi keberuntungan bagi Milan. Dua kekalahan awal dari Liverpool dan Bayer Leverkusen membuat mereka langsung berada di bawah tekanan. Walau sempat bangkit dengan lima kemenangan, termasuk kemenangan 3-1 atas Real Madrid di Bernabeu, hal itu belum cukup.
Milan mengakhiri fase liga di peringkat 13, yang hanya cukup untuk tiket play-off. Di fase ini, mereka kembali menunjukkan kelemahan mendasar. Kekalahan agregat 1-2 dari Feyenoord menutup perjalanan mereka secara prematur.
Lebih ironis lagi, Milan gagal melewati eks klub dari rekrutan barunya, Santiago Gimenez. Kekalahan ini semakin menegaskan bahwa Milan belum cukup kompetitif di level Eropa.
Pemain yang Bersinar dan Tenggelam
Christian Pulisic menjadi titik terang di musim penuh kekecewaan ini. Dengan torehan 11 gol dan sembilan assist di Serie A, serta kontribusi di Liga Champions, dia jadi salah satu pemain paling konsisten. Pulisic menunjukkan mentalitas dan kualitas yang dibutuhkan Milan.
Sebaliknya, Santiago Gimenez yang sempat mencuri perhatian di awal justru gagal mempertahankan performanya. Striker asal Meksiko ini melempem di paruh akhir musim dan sempat tak mencetak gol dalam sepuluh laga beruntun.
Puncak keterpurukan Gimenez terjadi saat dia dikartu merah dalam laga melawan Roma. Kekalahan tersebut bukan hanya memalukan, tapi juga memastikan Milan absen dari kompetisi Eropa musim depan.
Pelatih AC Milan
Secara statistik, Sergio Conceicao mencatat 16 kemenangan dari 31 pertandingan. Timnya mencetak 50 gol dan kebobolan 36 kali. Performa ini tidak bisa dikatakan buruk, tapi juga belum cukup memuaskan.
Konversi dari sistem empat bek ke tiga bek sempat menimbulkan harapan baru. Namun, inkonsistensi tetap jadi masalah utama. Bahkan dengan performa bagus di laga besar, Milan gagal menjaga momentum di pertandingan lain.
Hingga akhir musim, belum ada kejelasan soal masa depan Conceicao. Manajemen klub masih menimbang, sementara para tifosi terbelah antara memberi waktu atau mencari jalan baru.
No Responses